Hujan.
Hujan.
Mengadu air mataku pada hujan yang tiba dengan terburu buru.
Sama dengan turunnya hati yang meringis ingin di perhatikan haru.
Hujan.
Akankah kita masih bisa mengadu saat ku sudah bisa melupa.
Akankah aku dapat dengan bahagia dengan melupa denganmu hujan beserta kenangannya.
Haru terlalu membiru hingga sendu merayu untuk merajuk pada runtuhan rindu.
Syair hujan rintihan tangis meringis hingga paru mengempis.
Sekuat itukah kau hujan, rela terjatuh dan di maki oleh makhluknya.
Sekuat itukah hujan, rela memberi yang kita butuh tanpa mengharap belas kasihan dari tuan.
Menangis hingga tak tertampung, apakah itu amarahmu pada kami hujan?
Kau ku anggap berkah, namun sebagian dari kami tak menganggapmu berkah.
Maaf hujan, kini kau harus menunggu untuk bisa bersabar dan tetap terjatuh.
Kepada secangkir teh hangat yang tak kunjung datang. Aku tahu rasanya menunggu. Jadi ku akan tetap menunggu kau datang, hai secangkir teh hangatku.
Ingatku kau selalu bisa menjadi pelebur rasa dinginku. Ingatku hujan yang selalu dingin namun kau tetap hangat menemani.
Hai cangkir teh hangatku, sampai kapankah ini berujung, apakah kita akan benar-benar bertemu pada penghujung hujan?
0 komentar